Sabtu, 27 Maret 2010
NPM : 20207420
KELAS : 3EB05
MATA KULIAH : RISET AKUNTANSI
DOSEN : ISTICHANAH
RESUME JURNAL
1. Sumber: Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 5, No.2, Sept-Des.2001
Oleh: Makmun, SE, MM
Judul: Kajian Tentang NPWP Sebagai Identitas Wajib Pajak Dalam Rangka Meningkatkan Efisiensi Administrasi Perpajakan
Resume:
Pertama, dalam rangka mendorong supaya wajib pajak mendaftarkan diri ke KPP, maka NPWP dijadikan salah satu syarat untuk mengajukan ijin usaha atau fasilitas.
Kedua, sehubungan dengan butir pertama, apabila dikaitkan dengan efisiensi sistem administrasi perpajakan tidak efektif. Banyak para calon wajib pajak yang tidak mendapatkan ijin usaha ataupun tidak mengajukan penghapusan NPWP ke KPP.
Ketiga, sejak tahun 1997 sistem penomoran tersebut disamakan, sehingga kemungkinan terjadinya kesalahan dalam memasukkan nomor NPWP dan NPPKP dapat diminimalisir.
Keempat, meskipun sistem penomoran NPWP dan NPPKP sudah disamakan, namun kemungkinan terjadinya kesalahan KPP dalam mengadministrasikan pajak tetap ada.
Kelima, NPWP sebagai identitas wajib pajak masih dirasakan terlalu berbelit-belit, terlalu banyak angka, sehingga sulit untuk dihafalkan, dan
Keenem, sistem NPWP yang berlaku sekarang masih mengandung banyak kelemahan, seperti:
a. Apabila ada wajib pajak yang memiliki kantor cabang lebih dari satu yang mengajukan restitusi, maka KPP harus melakukan pemeriksaan terlebih dahulu ke kantor cabang untuk menentukan kantor caang mana yang mengalami kelebihan pembayaran pajak.
b. Sistem penomoran NPWP belum ditunjang oleh on-line system antara KPP dan PDIP, akibatnya data KPP dan PDIP tidak pernah sama.
2. Sumber : Kajian Ekonomi dan Keuangan, Volume 5, No.2, Sept-Des.2001
Oleh: Drs. Romulus Manurung, MSc, Drs. Ig. Bambang Dwiarto, MSc dan Ni Made Rooskareni, Ph.D
Judul: Analisis Peluang Dan Kendala Peningkatan Penerimaan PPN Dalam APBN, Studi Kasus: KPP
Resume:
Tantangan berat yang dihadapi Ditjen Pajak dari segi penerimaan PPN, yaitu:
Pertama, 52% dari jumlah WP PKP terdaftar tersebut adalah tidak aktif atau dianggap tidak operasional karena tidak melaporkan SPT ke Kantor Pajak (KPP).
Kedua, meskipun rata-rata 48% dari jumlah WP PKP terdaftar per tahun adalah aktif, namun jumlah PKP yang memenuhi kewajiban pajaknya sangat kecil.
Ketiga, sistem perpajakan yang menganut “ self assessment” tanpa dibarengi dengan penegakan hukum dan pengadilan akan sulit diharapkan kesadaran sukarela dari wajib pajak untuk melaporkan SPTnya, apalagi untuk membayar pajak sepenuhnya. dan
Keempat, konsekuensi dari ketentuan peraturan pemeriksaan yang terfokus hanya pada SPT Lebih Bayar akan berakibat negatif terhadap penerimaan PPN, karena PKP akan berusaha menghindari pajak melalui laporan SPT Nilhil atau SPT Kurang Bayar.
Rabu, 24 Maret 2010
Tugas Riset Akuntansi
NAMA : EVI SISWIDYA KUSUMADEWI
NPM : 20207420
KELAS : 3EB05
MATA KULIAH : RISET AKUNTANSI
DOSEN : ISTICHANAH
Sumber : Septika Sari Dewi. 21200657
ANALISIS BIAYA DIFFERENSIAL DALAM PENGAMBILAN KEPUTUSAN MENERIMA ATAU MENOLAK PESANAN KHUSUS PADA UD.SUMBER BARU
PI, Jurusan Akuntansi, Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma, 2003.
A. KOMPONEN-KOMPONEN ARTIKEL:
1. Judul Penelitian
Analisis Biaya Differensial Dalam Pengambilan Keputusan Menerima Atau Menolak Pesanan Khusus Pada UD.Sumber Baru
2. Latar Belakang Masalah
Penganalisaan terhadap biaya diferensial sangatlah berguna bagi pihak intern perusahaan dalam mengambil keputusan, dan merencanakan langkah-langkah yang akan dilakukan perusahaan selanjutnya untuk mengambil suatu keputusan dan kebijaksanaan perusahaan.
3. Rumusan Masalah
Bagaimana analisis biaya diferensial yang dibuat oleh perusahaan dalam memutuskan menerima atau menolak suatu pesanan khusus produk lemari pintu tiga pada UD. Sumber Baru.
4. Batasan Masalah
hanya pada akuntansi diferensial untuk menerima atau menolak pesanan khusus dari suatu produk lemari pintu tiga pada UD. Sumber Baru. Data diambil pada bulan mei 2003.
5. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengaruh biaya diferensial terhadap pengambilan keputusan untuk menerima atau menolak pesanan khusus lemari pintu tiga yang ditawarkan kepada UD.Sumber Baru
2. Untuk mengetahui apakah perusahaan menerima atau menolak pesanan-pesanan khusus tersebut.
6. Metode Penelitian
1. Penelitian Kepustakaan
2. Penelitian Lapangan
7. Sistematika Penelitian
BAB I PENDAHULUAN
Uraian tentang latar belakang, perumusan masalah, pembatasan masalah, tujuan penulisan, metode penelitian, sistematika penulisan.
BAB II LANDASAN TEORI
Mengemukakan teori-teori yang menjadi dasar pemecahan masalah atau analisa dari pengertian informasi akuntansi, pengertian informasi akuntansi differensial, manfaat informasi akuntansi differensial, informasi akuntansi differensial yang relevan dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus, penggolongan biaya, penggolongan informasi akuntansi manajemen, kriteria pesanan khusus.
BAB III GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
Uraian tentang sejarah perusahaan, struktur organisasi, dan kegiatan usaha perusahaan.
BAB IV PEMBAHASAN MASALAH
Mengenai prosedur prhitungan harga poko produksi serta biaya-biaya yang dikeluarkan perusahaan untuk menentukan harga jual, serta perbandingan pendapat serta biaya diferensial untuk menentukan apakah suatu pesanan khusus dapat diterima atau ditolak.
BAB V PENUTUP
Kesimpulan data-data dalam pembahasan yang telah dikemukakan diatas.
8. Landasan Teori
1. Pengertian Informasi Akuntansi
2. Pengertian Informasi Akuntansi Diferensial
3. Manfaat Informasi Akuntansi Diferensial Dalam Pengambilan Keputusan
4. Informasi Akuntansi Diferensial Yang Relevan Dalam Pengambilan Keputusan Menerima / Menolak Pesanan Khusus
5. Penggolongan Biaya
6. Penggolongan Informasi Akuntansi Manajemen
7. Peranan Informasi Akuntansi Dalam Pengambilan Keputusan
8. Tahap-Tahap Proses Pengambilan Keputusan
9. Pembahasan
1. Kapasitas Produksi Dan Biaya
2. Penyajian Data Biaya Yang Diperlukan Untuk Memproduksi Lemari Pintu Tiga
3. Perhitungan Harga Pokok Produksi Dan Laporan Rugi Laba Sebelum Ada Pesanan Khusus
4. Pesanan Khusus
5. Perhitungan Laba Dan Laporan Rugi-Laba Setelah Ada Pesanan Khusus
6. Analisis Biaya Diferensial Dalam Pengembalian Keputusan Menerima Atau Menolak Pesanan Khusus 5 Unit Lemari Pintu Tiga
B. IDENTIFIKASI ARTIKEL (Penulisan Ilmiah)
Penulisan ilmiah tersebut merupakan applied research karena penulisan tersebut bertujuan untuk mengetahui biaya differensial dalam pengambilan keputusan menerima atau menolak pesanan khusus pada UD.Sumber Baru.
Senin, 15 Maret 2010
Good Corporate Governance
NPM : 20207420
KELAS : 3EB05
MATA KULIAH : PEMERIKSAAN AKUNTANSI
DOSEN : RENNY NUR’AINY
GOOD CORPORATE GOVERNANCE
A. Pengertian
Multi krisis yang melanda Indonesia sejak tahun 1997 mangakibatkan keterpurukan di berbagai bidang. Kelemahan dan keterbatasan pemerintah serta perkembangan lingkungan global berujung pada ketidak percayaan masyarakat kepada pemerintah.
Setelah era reformasi di awali, pemerintah mulai melakukan perubahan paradigma pemerintahan yang dipakai selama ini yaitu dari paradigma government ( pemerintah ) ke governance ( kepemerintahan ).
Perubahan ini ditujukan untuk mewujudkan pemerintahan yang baik dan bersih ( good governance ), yang pada umumnya berlangsung pada masyarakat yang memiliki kontrol sosial efektif yang merupakan ciri masyarakat demokratis.
Rogers W’O Okot Uma dari Common wealth secretariat London ( ndraha, 2003 : 692) mendefinisikan good governance sebagai compressing the processing and structure that guides political and social economic relationship, with particular reference to " commitment to democratic values, norms and honest business. (mempersingkat proses dan struktur yang mengatur hubungan ekonomi sosial dan politis, dengan acuan tertentu untuk memenuhi nilai-nilai demokratis, norma-norma dan bisnis yang sehat).
Tim GCG BPKP mendefinisikan Good Corporate Governance , yaitu: komitmen, aturan main, serta praktik penyelenggaraan bisnis secara sehat dan beretika.
Dalam Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor : Kep-117/M-Mbu/2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance Pada Badan Usaha Milik Negara (Bumn) dijelaskan bahwa Corporate governance adalah suatu proses dan struktur yang digunakan oleh organ BUMN untuk meningkatkan keberhasilan usaha dan akuntabilitas perusahaan guna mewujudkan nilai pemegang saham dalam jangka panjang dengan tetap memperhatikan kepentingan stakeholder lainnya, berlandaskan peraturan perundangan dan nilai-nilai etika.
Jadi Good Corporate Governance dapat diartikan sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan untuk meningkatkan keberhasilan usaha, dan akuntabilitas perusahaan yang bertujuan untuk meningkatkan nilai perusahaan dalam jangka panjang dengan memperhatikan kepentingan stakeholders serta berlandaskan peraturan perundang-undangan, moral dan nilai etika.
Dari pengertian di atas dapat diketahui bahwa dalam Good Corporate Governance, terdapat beberapa hal penting yaitu :
1. Efektivitas yang bersumber dari Budaya Perusahaan, Etika, Nilai, Sistem, Proses bisnis, Kebijakan dan Struktur Organisasi rusahaan yang bertujuan untuk mendukung dan mendorong pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan resiko secara lebih efektif dan efisien, pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegang saham dan stakeholders lainnya.
2. Seperangkat prinsip, kebijakan dan sistem manajemen perusahaan yang diterapkan bagi terwujudnya operasional perusahaan yang efisien, efektif dan profitable dalam menjalankan organisasi dan bisnis perusahaan untuk mencapai sasaran strategis yang memenuhi prinsip-prinsip praktek bisnis yang baik dan penerapannya sesuai dengan peraturan yang berlaku, peduli terhadap lingkungan serta dilandasi oleh nilai-nilai sosial budaya yang tinggi.
3. Seperangkat peraturan dan ataupun sistem yang mengarahkan kepada pengendalian perusahaan bagi penciptaan pertambahan nilai bagi pihak pemegang kepentingan (Pemerintah, Pemegang saham, Pimpinan perusahaan dan Karyawan) dan bagi perusahaan itu sendiri.
Good Corporate Governance (GCG) tidak lain pengelolaan bisnis yang melibatkan kepentingan stakeholders serta penggunaan sumber daya berprinsip keadilan, efisiensi, transparansi dan akuntabilitas. Hal tersebut, dalam keberadaannya penting dikarenakan dua hal. Hal yang pertama, cepatnya perubahan lingkungan yang berdampak pada peta persaingan global. Sedangkan sebab kedua karena semakin banyak dan kompleksitas stakeholders termasuk struktur kepemilikan bisnis. Dua hal telah dikemukakan, menimbulkan: turbulensi, stres, risiko terhadap bisnis yang menuntut antisipasi peluang dan ancaman dalam strategi termasuk sistem pengendalian yang prima. Good Corporate Governance tercipta apabila terjadi keseimbangan kepentingan antara semua pihak yang berkepentingan dengan bisnis kita. Identifikasi keseimbangan dalam keberadaannya memerlukan sebuah system pengukuran yang dapat menyerap setiap dimensi strategis dan operasional bisnis serta berbasis informasi. Sistem pengukuran tersebut, tidak lain konsep BSC. BSC mampu mengukur kinerja komprehensif dan mengakomodasikan kepentingan internal bersama kepentingan eksternal bisnis. Pengukuran kinerja konsep GCG berdasarkan kepada lima dasar,yaitu: perlindungan hak pemegang saham, persamaan perlakuan pemegang saham, peranan stakeholders terkait dengan bisnis, keterbukaan dan transparansi, akuntabilitas dewan komisaris. Pengukuran kinerja tersebut juga, berdimensi aktifitas operasional internal, intelektual kapital dan pembelajaran, kapasitas untuk inovasi dan respon terhadap pasar, produk dan penerimaan pasar, hubungan dengan pelanggan, hubungan dengan investor, hubungan dengan partner dan stakeholders lainnya seperti Deperindag, hubungan dengan publik sasaran, lingkungan, keuangan. Pendek kata, pengukuran kinerja yang berorientasi GCG dipandang sebagai pengembangan dari pengukuran kinerja BSC. Good Corporate Governance memebrikan kontribusi dapat dijadikan alternatif penting meningkatkan kualitas proses bisnis melalui informasi yang dihasilkan serta peranannya sebagai performance driver, performance measurement. Karena, walau bagaimana pun proses bisnis diperbaiki secara tepat dan akurat apabila diperoleh informasi yang akurat serta komprehensif tentang apa yang harus diperbaiki termasuk apa yang harus ditingkatkan. Information is profit.
B. Latar belakang
Konsep Good Corporate Governance ini mulai banyak di perbincangkan di Indonesia pada pertengahan tahun 1997, saat krisis ekonomi melanda Asia Tenggara termasuk Indonesia. Dampak dari krisis tersebut, banyak perusahaan berjatuhan karena tidak mampu bertahan, salah satu penyebabnya adalah karena pertumbuhan yang dicapai selama ini tidak dibangun di atas landasan yang kokoh sesuai prinsip pengelolaan perusahaan yang sehat.
Menyadari situasi dan kondisi demikian, pemerintah melalui Kementerian Negara BUMN mulai memperkenalkan konsep Good Corporate Governance ini di lingkungan BUMN, sebagai salah satu upaya untuk memperbaiki kinerja BUMN yang memiliki nilai aset yang demikian besar untuk mendukung pencapaian penerimaan/pendapatan negara, sekaligus menghapuskan berbagai bentuk praktek inefisiensi, korupsi, kolusi, nepotisme dan penyimpangan lainnya untuk memperkuat daya saing BUMN menghadapi pasar global.
Menurut Kartiwa (2004 : 8.7) terdapat dua perspektif tentang Good Corporate Governance yaitu :
1. perspektif yang memandang Corporate Governance sebagai suatu proses dan struktur yang digunakan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dalam rangka meningkatkan kemakmuran bisnis dan akuntabilitas perusahaan.
2. perspektif yang lain Good Corporate Governance menekankan pentingnya pemenuhan tanggung jawab badan usaha sebagai entitas bisnis dalam masyarakat kepada stakeholder.
Penerapan Good Corporate Governance di Indonesia telah diperkuat dengan kapastian hukum, dengan lahirnya peraturan perundangan antara lain :
1. Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 Tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas Korupsi, Kolusi dan Nepotisme (KKN).
2. Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang dirobah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001
3. Keputusan Menteri Negara/Kepala Badan Penanaman Modal dan Pembinaan Badan Usaha Milik Negara No. Kep-23/PM PBUMN/2000 tanggal 31 Mei 2000 Tentang Pengembangan Praktek Good Corporate Governance (GCG) dalam Perusahaan Perseroan.
4. Keputusan Menteri Negara BUMN No. KEP-117/M-MBU/2002 tanggal 1 Agustus 2002 Tentang Penerapan Praktek Good Corporate Governance pada Badan Usaha Milik Negara.
5. Surat Edaran Menteri PM-PBUMN No. S-106/M-PM.PBUMN/2000 tanggal 17 April 2000 perihal Kebijakan Penerapan Corporate Governance yang baik di semua BUMN.
6. Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara Republik Indonesia No. 37a/M-PAN/2002 tanggal 28 Februari 2002 perihal Intensifikasi dan Percepatan Pemberantasan KKN.
7. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 518/S-KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pelaksanaan GCG dan Instruksi Untuk Pembentukan Tim Perumus Panduan Penerapan GCG.
8. Surat Komisaris PT Pos Indonesia (Persero) Nomor. 520/S-KU/2000 tanggal 2 Oktober 2000 perihal Pembentukan Komite Audit. 9. Keputusan Direksi PT Pos Indonesia (Persero) No. 81/Dirut/1201 tanggal 27 Desember 2001 Tentang Gerakan Moral Pos Indonesia ? BTP (Bersih, Transparan dan Profesional).
C. Pelaksanaan
Setelah Indonesia dan negara-negara di Asia Timur lainnya mengalami krisis ekonomi yang dimulai pada pertengahan tahun 1987, isu mengenai corporate governance telah menjadi salah satu bahasan penting dalam rangka mendukung pemulihan ekonomi dan pertumbuhan perekonomian yang stabil di masa yang akan datang.
Pada dasarnya terminologi tersebut digunakan untuk suatu konsep lama yang merupakan kewajiban dari mereka yang mengontrol perusahaan untuk bertindak bagi kepentingan seluruh pemegang saham dan stakeholder.
Khusus di Indonesia, karena struktur kepemilikan perusahaan yang sangat terkonsentrasi, maka masalah biaya perusahaan dapat timbul dari perbedaan kepentingan antara pemegang saham pengendali dengan pemegang saham minoritas ( stakeholders ). Karena kewajiban inilah maka dewan komisaris, direksi atau pemegang saham pengendali perusahaan dilarang untuk mengambil keuntungan dari orang yang memberi kepercayaan yakni pemegang saham minoritas dan stakeholder lainnya seperti kreditur melalui transaksi yang tidak wajar dan tidak adil.
Pada April 1998, (OECD) telah mengeluarkan seperangkat prinsip corporate governance yang dikembangkan seuniversal mungkin ( Herwidayatmo, 2000 : 25). Hal ini mengingat bahwa prinsip ini disusun untuk digunakan sebagai referensi di berbagai negara yang mempunyai karakteristik sistem hukum, budaya, dan lingkungan yang berbeda. Dengan demikian, prinsip yang universal tersebut akan dapat dijadikan pedoman oleh semua negara atau perusahaan namun diselaraskan dengan sistem hukum, aturan, atau nilai yang berlaku di negara masing-masing bilamana diperlukan.
Prinsip-prinsip good corporate governance yang dikembangkan OECD meliputi 5 hal sebagai berikut :
1. Perlindungan terhadap hak-hak pemegang saham. .
2. Persamaan perlakuan terhadap seluruh pemegang saham.
3. Peranan stakeholders yang terkait dengan perusahaan.
4. Keterbukaan dan Transparansi.
5. Akuntabilitas dewan komisaris (board of directors)
Secara umum Good Corporate Governance diperlukan untuk mendorong terciptanya pasar yang efisien, transparan dan konsisten dengan peraturan perundang-undangan yang berlandaskan pada beberapa prinsip dasar yaitu :
1. Pertanggungjawaban (responsibility).
Tanggung jawab perusahaan tidak hanya diberikan kepada pemegang saham juga kepada stake holder.
2. Transparansi (transparency)
perusahaan harus menyediakan informasi yang material dan relevan dengan cara yang mudah diakses dan dipahami oleh pemangku kepentingan.
3. Akuntabilitas (accountability)
Perusahaan harus dapat mempertanggungjawabkan kinerjanya secara transparan dan wajar
4. Kesetaraan dan Kewajaran (Fairness )
Dalam melaksanakan kegiatannya, perusahaan harus senantiasa memperhatikan kepentingan pemegang saham dan pemangku kepentingan lainnya berdasarkan asas kesetaraan dan kewajaran
5. Independensi (Independency)
Untuk melancarkan pelaksanaan asas GCG, perusahaan harus dikelola secara independen sehingga masing-masing organ perusahaan tidak saling mendominasi dan tidak dapat diintervensi oleh pihak lain.
Sumber :
http://one.indoskripsi.com/node/7061
http://id.shvoong.com/business-management/management/1658624-good-corporate-governance/
Selasa, 09 Maret 2010
Audit Lingkungan
NPM : 20207420
KELAS : 3EB05
MATA KULIAH : PEMERIKSAAN AKUNTANSI
DOSEN : RENNY NUR’AINY
AUDIT LINGKUNGAN
A. Pengertian Audit Lingkungan
Audit lingkungan adalah suatu pengujian secara metodik mencakup analisis, pengujian, dan konfirmasi dari prosedur-prosedur dan praktik-praktik yang tujuannya adalah menverifikasi apakah prosedur-prosedur dan praktik-praktik tersebut sesuai dengan persyaratan legal, kebijakan internal dan praktik yang dapat diterima.
Audit lingkungan dimaksudkan untuk mengukur kinerja lingkungan dan posisi lingkungan. Dengan cara ini mereka menjalankan fungsi analog audit keuangan. Sebuah laporan audit lingkungan idealnya berisi pernyataan kinerja lingkungan dan posisi lingkungan, dan mungkin juga bertujuan untuk menentukan apa yang perlu dilakukan untuk mempertahankan atau memperbaiki indikator kinerja dan posisi tersebut.
B. Sifat Audit Lingkungan
1. Jumlah eksistensi dan ketiadaan standar yang terdapat dalam audit lingkungan hanya sedikit.
2. Terdapat sedikit informasi lingkungan yang relatif yang dapat diaudit.
C. Audit Sebagai Komponen dari Manajemen Lingkungan
Suatu sistem manajemen lingkungan merupakan kerangka kerja atau untuk menuntun suatu organisasi untuk mencapai dan mempertahankan kinerja sesuai dengan kinerja sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Fungsi yang terdapat dalam sistem manajemen lingkungan terdiri dari beberapa fungsi, yaitu:
1. Perencanaan
Menetapkan tujuan, menentukan kebijakan, mendefinisikan prosedur dan menetapkan anggaran program.
2. Mengorganisasi
Menetapkan struktur organisasi melukiskan peranan dan tanggung jawab, menciptakan deskripsi posisi dan melatih staf.
3. Menuntun dan Mengarahkan
Mengkoordinasikan, memotivasi, menetapkan prioritas, mengembangkan standar kinerja, mendelegasikan dan mengelola perubahan.
4. Mengkomunikasikan
Mengembangkan dan mengimplementasikan saluran komunikasi yang efektif dalam korporat dalam divisi dan dengan kelompok eksternal termasuk pengatur jika sesuai.
5. Mengendalikan dan Menelaah
Mengukur hasil, menyatakan kinerja, mendiagnosis masalah, mengambil tindakan korektif dan secara sengaja mencari cara-cara untuk belajar dari kesalahan masa lalu dengan demikian menciptakan perbaikan dalam sistem.
D. Tahap Evolusi dalam Manajemen dari Aktivitas Lingkungan
1. Pemecahan masalah
2. Mengelola ketaatan
3. Mengelola kepastian lingkungan
E. Manfaat Audit Lingkungan
1. Meningkatkan efektivitas manajemen lingkungan
2. Meningkatkan kesenangan dan keamanan yang meningkat
F. Tipe Audit
Menurut Grant Ledgerwood dan kawan-kawan (1992) tipe audit termasuk:
1. Audit korporat, yang mempertimbangkan pekerjaan dari korporasi secara keseluruhan
2. Audit aktivitas, yang mempertimbangkan satu aktivitas dari korporasi
3. Audit tempat, yang mempertimbangkan satu instalasi tunggal
4. Audit ketaatan, yang menguji ketaatan industri terhadap lingkungan yang relevan dan standar keamanan
5. Audit risiko, yang mempertimbangkan keamanan, kesehatan, operasional, dan/atau risiko terhadap karyawan dan publik
6. Audit produksi, yang menelusuri energi dan/atau material dari masuknya material tersebut kedalam perusahaan sampai keluar
7. Audit akuisisi, yang menguji liabilitas lingkungan yang dapat timbul dari aktivitas tersebut
Namun secara luas, audit dapat dibagi dalam 2 kategori, yaitu:
1. Program pemeriksaan siklikal, yaitu audit terjadi dalam suatu siklus kejadian yang dijadwalkan. Bentuk audit ini akan merupakan produk sentral dari suatu unit lingkungan. Audit demikian dapat dilakukan oleh spesialis dalam perusahaan atau konsultan luar.
2. Audit tunggal untuk maksud khusus. Audit demikian lebih cocok dilakukan oleh konsultan luar.
Sumber:
Audit Manajemen Kontemporer (Drs.Amin Widjaja Tungal,AK.MBA.)
Modul praktikum Audit Lanjut. Laboratorium Akuntansi Lanjut A, Universitas Gunadarma
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&langpair=en|id&u=http://en.wikipedia.org/wiki/Environmental_audits
Selasa, 02 Maret 2010
Audit Pemasaran
NPM : 20207420
KELAS : 3EB05
MATA KULIAH : PEMERIKSAAN AKUNTANSI
DOSEN : RENNY NUR’AINY
AUDIT PEMASARAN
Proses audit pemasaran bagi banyak organisasi secara relatif masih baru dan merupakan aktivitas yang kurang diutilisasi. Meskipun terdapat suatu kumpulan bukti yang substansial dan berkembang dengan mengusulkan bahwa kinerja suatu organisasi dipasar dipengaruhi secara signifikan dan secara langsung oleh persepsi strategist mengenai 3 faktor, yaitu:
1. Posisi pasar organisasi sekarang;
2. Sifat dari peluang dan ancaman lingkungan; dan
3. Kemampuan organisasi menanggulangi perkembangan lingkungan.
Unsur pokok dan manfaat potensial dari audit pemasaran, yaitu:
1. Analisis mengenai lingkungan eksternal dan situasi internal
2. Penilaian kinerja masa lalu dan aktivitas-aktivitas sekarang; dan
3. Identifikasi peluang dan ancaman masa yang akan datang.
Audit pemasaran merupakan sejumlah cara titik mulai yang benar untuk proses perencanaan pemasaran strategist. Karena melalui audit, strategist sampai pada suatu tolak ukur baik dari peluang dan ancaman lingkungan ataupun kemampuan pemasaran organisasi.
Menurut Kotler, audit pemasaran merupakan pengujian yang komprehensif, sistematis, independent, dan periodic atau berkala dari suatu perusahaan-perusahaan atau unit usaha lingkungan pemasaran, tujuan strategis, dan aktifitas dengan maksud untuk menentukan area masalah dan peluang serta merekomendasikan suatu rencana tindakan untuk memperbaiki kinerja perusahaan.
Bentuk Audit
Setiap perusahaan yang melakukan suatu audit akan menghadapi dua jenis variabel. Pertama, terdapat variabel yang perusahaan tidak mempunyai pengendalian langsung. Variabel tersebut biasanya dalam bentuk apa yang dapat dilukiskan sebagai variabel lingkungan, pasar dan kompetitif. Kedua, terdapat variabel yang perusahaan mempunyai pengendalian penuh. Variabel tersebut dapat kita namakan sebagai variabel operasional.
1. Audit Eksternal
Audit eksternal berhubungan dengan variabel yang tidak dapat dikendalikan. Audit eksternal dimulai dengan suatu pengujian informasi atas ekonomi umum dan kemudian berpindah pada pandangan atas kesehatan dan pertumbuhan dari pasar yang dilayani oleh perusahaan. Tujuan dari audit internal adalah untuk menilai sumber daya organisasi sebagaimana mereka berhubungan dengan lingkungan dan berhadapan dengan sumber daya dari pesaing.
Menurur Richard M.S. wilson, dkk, struktur audit pemasaran terdiri dari 3 langkah diagnostik utama yang rinci, yang mencakup penelaah dari:
a. Lingkungan organisasi (peluang dan ancaman)
b. Sistem pemasarannya (kekuatan dan kelemahan); dan
c. Aktivitas pemasaran
2. Audit Internal
Audit internal berkaitan dengan variabel yang dapat dikendalikan. Auditor pemasaran seharusnya tidak memandang audit pemasaran dan hasilnya berdiri sendiri, akan tetapi memberikan pengakuan penuh terhadap cara, yaitu terletak pada kerangka kerja umum dari audit manajemen secara keseluruhan dan disamping audit dari fungsi manajemen yang lain. Dengan cara ini strategist dapat mendapatkan suatu tolak ukur yang benar, tidak hanya peluang lingkungan, akan tetapi juga kemampuan organisasi secara keseluruhan menanggapi secara efektif.
Ruang Lingkup dan Frekuensi dari Audit Pemasaran
Frekuensi audit yang seharusnya dilakukan dipengaruhi oleh beberapa faktor, yang terpenting adalah sifat dari usaha, tingkat perubahan lingkungan, dan siklus perencanaan (setahun, dua tahun). Sejauh ini adalah mungkin memberikan suatu petunjuk definitif yang wajar bahwa organisasi harus melakukan suatu audit penuh pada awal dari suatu siklus perencanaan utama, ditambah dengan yang kurang intensif, akan tetapi lebih sering atas setiap area khusus atau area penting apabila kondisi telah berubah.
Tempat Audit Pemasaran dalam Audit Manajemen
Istilah audit manajemen berarti suatu audit perusahaan secara keseluruhan yang termasuk suatu penilaian dari seluruh sumber daya intern terhadap lingkungan eksternal.
Sumber:
1. Audit Manajemen Kontemporer (Drs.Amin Widjaja Tungal,AK.MBA.)
2. Modul Teori Audit PTA 2009/2010, Lab. Akuntansi Lanjut A, Universitas Gunadarma