A. PENDAHULUAN
Perkembangan Anggaran Sektor Publik
Sistem anggaran sektor publik dalam perkembangannya telah menjadi instrumen kebijakan yang multifungsi yang digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan organisasi. Hal tersebut terutama tercermin pada komposisi dan besarnya anggaran yang secara langsung merefleksikan arah dan tujuan pelayanan masyarakat yang diharapkan. Anggaran sebagai alat perencanaan kegiatan publik yang dinyatakan dalam satuan moneter sekaligus dapat digunakan sebagai alat pengendalian. Agar fungsi pengendalian dan pengawasan dapat berjalan dengan baik, maka sistem anggaran serta pencatatan atas penerimaan dan pengaluaran harus dilakukan dengan cermat dan sistematis.
Sebagai sebuah sistem, perencanaan anggaran sektor publik telah mengalami banyak perkembangan. Sistem perencanaan anggaran sektor publik berkembang dan berubah sesuai dengan dinamika perkembangan manajemen sektor publik dan perkembangan tuntutan yang muncul di masyarakat. Pada dasarnya terdapat beberapa jenis pendekatan dalam perencanaan dan penyusunan anggaran sektor publik. Secara garis besar terdapat dua pendekatan utama yang memiliki perbedaan mendasar. Kedua pendekatan tersebut adalah anggaran tradisional atau anggaran konvensional dan pendekatan baru yang sering dikenal dengan pendekatan New Public Management.
A. PENGERTIAN ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran sektor publik merupakan instumen akuntabilitas atas pengelolaan dana publik dan pelaksanaan program-program yang dibiayai dengan uang publik.
Menurut National Committee on Governmental Accounting (NCGA), saat ini Governmental Accounting Standarts Board (GASB), definisi anggaran (budget) sebagai berikut:
“…. Rencana operasi keuangan, yang mencakup estimasi pengeluaran yang diusulkan, dan sumber pendapatan yang diharapkan untuk membiayainya dalam periode waktu tertentu.”
Perencanaan dalam menyiapkan anggaran sangatlah penting. Bagaimanapun juga jelas mengungkapkan apa yang akan dilakukan dimasa mendatang. Pemikiran strategis disetiap organisasi adalah proses dimana manajemen berfikir tentang pengintegrasian aktivitas organisasional ke arah tujuan yang beroerientasi kesasaran masa mendatang. Semakin bergejolak lingkungan pasar, teknologi atau ekonomi eksternal, manajemen akan didorong untuk menyusun stategi. Pemikiran strategis manajemen, direalisasi dalam berbagai perencanaan, dan proses integrasi keseluruhan ini didukung prosedur penganggaran organisasi.
Anggaran sektor publik penting karena beberapa alasan, yaitu karena anggaran merupakan alat bagi pemerintah untuk mengarahkan sosial-ekonomi, menjamin kesinambungan, dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat, anggaran juga diperlukan karena adanya masalah keterbatasan sumber daya sedangkan keinginan masyarakat yang tak terbatas dan terus berkembang, dan anggaran juga diperlukan untuk menyakinkan bahwa pemerintah telah bertanggung jawab terhadap rakyat.
B. FUNGSI ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran sektor publik berfungsi sebagai berikut:
· Anggaran merupakan hasil akhir proses penyusunan rencana kerja.
· Anggaran merupakan akivitas yang akan dilaksanakan di masa mendatang.
· Angggaran sebagai alat komunikasi intern yang menghubungkan berbagai unit kerja dan mekanisme kerja antar atasan dan bawahan.
· Anggaran sebagai alat pengendalian unit kerja.
· Anggaran sebagai alat motivasi dan persuasi tindakan efektif dan efisien dalam pencapaian visi organisasi.
· Anggaran merupakan instrumen politik.
· Anggaran merupakan instrumen kebijakan fiskal.
C. KARAKTERISTIK ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Anggaran mempunyai karakteristik:
· Anggaran dinyatakan dalam satuan keuangan dan satuan selain keuangan.
· Anggaran umumnya mencakup jangka waktu tertentu, satu atau beberapa tahun.
· Anggaran berisi komitmen atau kesanggupan manajeman untuk mencapai sasaran yang ditetapkan.
· Usulan angggarn ditelaah dan disetujui oleh pihak yang berwenang lebvih tinggi adri penyusunan anggaran.
· Sekali disusun, anggaran hanya dapat diubah dalam kondisi tertentu.
D. PRINSIP ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
Prinsip-prinsip didalam anggaran sektor publik meliputi:
Ø Otorisasi oleh legislatif.
Anggaran publik harus mendapatkan otorisasi dari legislatif terlebih dahulu sebelum eksekutif dapat membelanjakan anggaran tersebut.
Ø Komprehensif.
Anggaran harus menunjukkan semua penerimaan dan pengeluaran pemerintah. Oleh karena itu, adanya dana non budgetair pada dasarnya menyalahi prinsip anggaran yang bersifat komprehensif.
Ø Keutuhan anggaran.
Semua penerimaan dan belanja pemerintah harus terhimpun dalam dana umum.
Ø Nondiscretionary Appropriation.
Jumlah yang disetujui oleh dewan legislatif harus termanfaatkan secara ekonomis, efisien dan efektif.
Ø Periodik.
Anggaran merupakan suatu proses yang periodik, bisa bersifat tahunan maupun multi tahunan.
Ø Akurat.
Estimasi anggaran hendaknya tidak memasukkan cadangan yang tersembunyi, yang dapat dijadikan sebagai kantong-kantong pemborosan dan in efisiensi anggaran serta dapat mengakibatkan munculnya understimate pendapatan dan over estimate pengeluaran.
Ø Jelas.
Anggaran hendaknya sederhana, dapat difahami masyarakat dan tidak membingungkan.
Ø Diketahui publik.
Anggaran harus diinformasikan kepada masyarakat luas.
E. JENIS-JENIS ANGGARAN SEKTOR PUBLIK
1. Anggaran Tradisional atau Anggaran Konvensional
Anggaran tradisional merupakan pendekatan yang paling banyak digunakan di negara berkembang dewasa ini. Terdapat dua ciri utama dalam pendekatan ini, yaitu: (a) cara penyusunan anggaran yang didasarkan atas pendekatan incrementalism dan (b) struktur dan susunan anggaran yang besifat line-item.
Ciri lain yang melekat pada pendekatan anggaran tradisional tersebut adalah: (c) cenderung sentralistis; (d) bersifat spesifikasi; (e) tahunan; dan (f) menggunakan prinsip anggaran bruto. Struktur anggaran tradisional dengan ciri-ciri tersebut tidak mampu mengungkapkan besarnya dana yang dikeluarkan untuk setiap kegiatan, dan bahkan anggaran tradisional tersebut gagal dalam memberikan informasi tentang besarnya rencana kegiatan. Oleh karena tidak tersedianya berbagai informasi tersebut, maka satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan untuk tujuan pengawasan hanyalah tingkat kepatuhan penggunaan anggaran.
- Incrementalism
Penekanan dan tujuan utama pendekatan tradisional adalah pada pengawasan dan pertanggungjawaban yang terpusat. Anggaran tradisional bersifat incrementalism, yaitu hanya menambah atau mengurangi jumlah rupiah pada item-item anggaran yang sudah ada sebelumnya dengan menggunakan data tahun sebelumnya sebagai dasar untuk menyesuaikan besarnya penambahan atau pengurangan tanpa dilakukan kajian yang mendalam.
Masalah utama anggaran tradisional adalah terkait dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money. Konsep ekonomi, efisiensi dan efektivitas seringkali tidak dijadikan pertimbangan dalam penyusunan anggaran tradisional. Dengan tidak adanya perhatian terhadap konsep value for money ini, seringkali pada akhir tahun anggaran terjadi kelebihan anggaran yang pengalokasiannya kemudian dipaksakan pada aktivitas-aktivitas yang sebenarnya kurang penting untuk dilaksanakan.
Akibat digunakannya harga pokok pelayanan historis tersebut adalah suatu item, program, atau kegiatan akan muncul lagi dalam anggaran tahun berikutnya meskipun sebenarnya item tersebut sudah tidak relevan dibutuhkan. Perubahan anggaran hanya menyentuh jumlah nominal rupiah yang disesuaikan dengan tingkat inflasi, jumlah penduduk, dan penyesuaian lainnya.
- Line-item
Ciri lain anggaran tradisional adalah struktur anggaran bersifat line-item yang didasarkan atas dasar sifat (nature) dari penerimaan dan pengeluaran. Metode line-item budget tidak memungkinkan untuk menghilangkan item-item penerimaan atau pengeluaran yang telah ada dalam struktur anggaran, walaupun sebenarnya secara riil item tertentu sudah tidak relevan lagi untuk digunakan pada periode sekarang. Karena sifatnya yang demikian, penggunaan anggaran tradisional tidak memungkinkan untuk dilakukan penilaian kinerja secara akurat, karena satu-satunya tolok ukur yang dapat digunakan adalah semata-mata pada ketaatan dalam menggunakan dana yang diusulkan.
Penyusunan anggaran dengan menggunakan struktur line-item dilandasi alasan adanya orientasi sistem anggaran yang dimaksudkan untuk mengontrol pengeluaran. Berdasarkan hal tersebut, anggaran tradisional disusun atas dasar sifat penerimaan dan pengeluaran, seperti misalnya pendapatan dari pemerintah atasan, pendapatan dari pajak, atau pengeluaran untuk gaji, pengeluaran untuk belanja barang, dan sebagainya, bukan berdasar pada tujuan yang ingin dicapai dengan pengeluaran yang dilakukan.
Kelemahan Anggaran Tradisional
Dilihat dari berbagai sudut pandang, metode penganggaran tradisional memiliki beberapa kelemahan, antara lain:
1. Hubungan yang tidak memadai (terputus) antara anggaran tahunan dengan rencana pembangunan jangka panjang.
2. Pendekatan incremental menyebabkan sejumlah besar pengeluaran tidak pernah diteliti secara menyeluruh efektivitasnya.
3. Lebih berorientasi pada input daripada output. Hal tersebut menyebabkan anggaran tradisional tidak dapat dijadikan sebagai alat untuk membuat kebijakan dan pilihan sumberdaya, atau memonitor kinerja. Kinerja dievaluasi dalam bentuk apakah dana telah habis dibelanjakan, bukan apakah tujuan tercapai.
4. Sekat-sekat antar departemen yang kaku membuat tujuan nasional secara keseluruhan sulit dicapai. Keadaan tersebut berpeluang menimbulkan konflik, overlapping, kesenjangan, dan persaingan antar departemen.
5. Proses anggaran terpisah untuk pengeluaran rutin dan pengeluaran modal/investasi.
6. Anggaran tradisional bersifat tahunan. Anggaran tahunan tersebut sebenarnya terlalu pendek, terutama untuk proyek modal dan hal tersebut dapat mendorong praktik-praktik yang tidak diinginkan (korupsi dan kolusi).
7. Sentralisasi penyiapan anggaran, ditambah dengan informasi yang tidak memadai menyebabkan lemahnya perencanaan anggaran. Sebagai akibatnya adalah munculnya budget padding atau budgetary slack.
8. Persetujuan anggaran yang terlambat, sehingga gagal memberikan mekanisme pengendalian untuk pengeluaran yang sesuai, seperti seringnya dilakukan revisi anggaran dan ’manipulasi anggaran.
9. Aliran informasi (sistem informasi finansial) yang tidak memadai yang menjadi dasar mekanisme pengendalian rutin, mengidentifikasi masalah dan tindakan.
2. Anggaran Publik dengan Pendekatan New Public Management
Sejak pertengahan tahun 1980-an telah terjadi perubahan manajemen sektor publik yang cukup drastis dari sistem manajemen tradisional yang terkesan kaku, birokratis, dan hierarkis menjadi model manajemen sektor publik yang fleksibel dan lebih mengakomodasi pasar. Perubahan tersebut bukan sekedar perubahan kecil dan sederhana. Perubahan tersebut telah mengubah peran pemerintah terutama dalam hal hubungan antara pemerintah dengan masyarakat. Paradigma baru yang muncul dalam manajemen sektor publik tersebut adalah pendekatan New Public Management.
New Public Management berfokus pada manajemen sektor publik yang berorientasi pada kinerja, bukan berorientasi kebijakan. Penggunaan paradigma New Public Management tersebut menimbulkan beberapa konsekuensi bagi pemerintah di antaranya adalah tuntutan untuk melakukan efisiensi, pemangkasan biaya (cost cutting), dan kompetisi tender.
Salah satu model pemerintahan di era New Public Management adalah model pemerintahan yang diajukan oleh Osborne dan Gaebler (1992) yang tertuang dalam pandangannya yang dikenal dengan konsep “reinventing government”. Perspektif baru pemerintah menurut Osborne dan Gaebler tersebut adalah:
a. Pemerintahan katalis : fokus pada pemberian pengarahan bukan produksi pelayanan publik. Pemerintah harus menyediakan beragam pelayanan publik, tetapi tidak harus terlibat secara langsung dengan proses produksinya (producing). Produksi pelayanan publik oleh pemerintah harus dijadikan sebagai pengecualian, dan bukan keharusan, pemerintah hanya memproduksi pelayanan publik yang belum dapat dilakukan oleh pihak non-pemerintah.
b. Pemerintah milik masyarakat : memberdayakan masyarakat daripada melayani. Pemerintah sebaiknya memberikan wewenang kepada masyarakat sehingga mereka mampu menjadi masyarakat yang dapat menolong dirinya sendiri (self-help community).
c. Pemerintah yang kompetitif : menyuntikkan semangat kompetisi dalam pemberian pelayanan publik. Kompetisi adalah satu-satunya cara untuk menghemat biaya sekaligus meningkatkan kualitas pelayanan. Dengan kompetisi, banyak pelayanan publik yang dapat ditingkatkan kualitasnya tanpa harus memperbesar biaya.
d. Pemerintah yang digerakkan oleh misi : mengubah organisasi yang digerakkan oleh peraturan menjadi organisasi yang digerakkan oleh misi.
e. Pemerintah yang berorientasi hasil : membiayai hasil bukan masukan. Pada pemerintah tradisional, besarnya alokasi anggaran pada suatu unit kerja ditentukan oleh kompleksitas masalah yang dihadapi. Semakin kompleks masalah yang dihadapi, semakin besar pula dana yang dialokasikan.
f. Pemerintah berorientasi pada pelanggan : memenuhi kebutuhan pelanggan, bukan birokrasi. Pemerintah tradisional seringkali salah dalam mengidentifikasikan pelanggannya. Penerimaan pajak memang dari masyarakat dan dunia usaha, tetapi pemanfaatannya harus disetujui oleh DPR/DPRD. Akibatnya, pemerintah seringkali menganggap bahwa DPR/DPRD dan semua pejabat yang ikut dalam pembahasan anggaran adalah pelanggannya.
g. Pemerintahan wirausaha : mampu menciptakan pendapatan dan tidak sekedar membelanjakan. Pemerintah daerah wirausaha dapat mengembangkan beberapa pusat pendapatan, misalnya: BPS dan Bappeda, yang dapat menjual informasi tentang daerahnya kepada pusat-pusat penelitian (BUMN/BUMD) pemberian hak guna usaha yang menarik kepada para pengusaha dan masyarakat, seperti misalnya penyertaan modal, dan lain-lain.
h. Pemerintah antisipatif : berupaya mencegah daripada mengobati. Pemerintah tradisonal yang birokratis memusatkan diri pada produksi pelayanan publik untuk memecahkan masalah publik.
i. Pemerintah desentralisasi : dari hierarkhi menuju partisipatif dan tim kerja. Pada saat sekarang perkembangan teknologi sudah sangat maju, kebutuhan/ keinginan masyarakat dan bisnis sudah semakin kompleks, dan staf pemerintah sudah banyak yang berpendidikan tinggi. Sekarang ini, pengambilan keputusan harus digeser ke tangan masyarakat, asosiasi-asosiasi, pelanggan, dan lembaga swadaya masyarakat.
j. Pemerintah berorientasi pada (mekanisme) pasar : mengadakan perubahan dengan mekanisme pasar (sistem insentif) dan bukan dengan mekanisme administratif (sistem prosedur dan pemaksaan). Ada dua cara alokasi sumberdaya, yaitu mekanisme pasar dan mekanisme administratif. Dari keduanya, mekanisme pasar terbukti sebagai yang terbaik dalam mengalokasi sumberdaya. Pemerintah tradisional menggunakan mekanisme administratif yaitu menggunakan perintah dan pengendalian, mengeluarkan prosedur dan definisi baku dan kemudian memerintahkan orang untuk melaksanakannya (sesuai dengan prosedur tersebut). Pemerintah wirausaha menggunakan mekanisme pasar yaitu tidak memerintahkan dan mengawasi tetapi mengembangkan dan menggunakan sistem insentif agar orang tidak melakukan kegiatan-kegiatan yang merugikan masyarakat.
Munculnya konsep NPM berpengaruh langsung terhadap konsep anggaran publik. Salah satu pengaruhnya adalah terjadinya perubahan sistem anggaran dari model anggaran tradisional menjadi anggaran yang lebih berorientasi pada kinerja.
F. PERUBAHAN PENDEKATAN ANGGARAN
Reformasi sektor publik yang salah satunya ditandai dengan munculnya era New Public Management telah mendorong usaha untuk mengembangkan pendekatan yang lebih sistematis dalam perencanaan anggaran sektor publik. Seiring dengan perkembangan tersebut, muncul beberapa teknik penganggaran sektor publik, misalnya adalah teknik anggaran kinerja (performance budgeting), Zero Based Budgeting (ZBB), dan Planning, Programming, and Budgeting System (PPBS).
Pendekatan baru dalam sistem anggaran publik tersebut cenderung memiliki karakteristik umum sebagai berikut:
1. komprehensif/komparatif
2. terintegrasi dan lintas departemen
3. proses pengambilan keputusan yang rasional
4. berjangka panjang
5. spesifikasi tujuan dan perangkingan prioritas
6. analisis total cost dan benefit (termasuk opportunity cost)
7. berorientasi input, output, dan outcome, bukan sekedar input.
8. adanya pengawasan kinerja.
ANGGARAN KINERJA
Pendekatan kinerja disusun untuk mengatasi berbagai kelemahan yang terdapat dalam anggaran tradisional, khususnya kelemahan yang disebabkan oleh tidak adanya tolok ukur yang dapat digunakan untuk mengukur kinerja dalam pencapaian tujuan dan sasaran pelayan publik. Anggaran dengan pendekatan kinerja sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Pendekatan ini juga mengutamakan mekanisme penentuan dan pembuatan prioritas tujuan serta pendekatan yang sistematik dan rasional dalam proses pengambilan keputusan. Untuk mengimplementasikan hal-hal tersebut anggaran kinerja dilengkapi dengan teknik penganggaran analitis.
Anggaran kinerja didasarkan pada tujuan dan sasaran kinerja. Oleh karena itu, anggaran digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Penilaian kinerja didasarkan pada pelaksanaan value for money dan efektivitas anggaran. Pendekatan ini cenderung menolak pandangan anggaran tradisional yang menganggap bahwa tanpa adanya arahan dan campur tangan, pemerintah akan menyalahgunakan kedudukan mereka dan cenderung boros (overspending). Menurut pendekatan anggaran kinerja, dominasi pemerintah akan dapat diawasi dan dikendalikan melalui penerapan internal cost awareness, audit keuangan dan audit kinerja, serta evaluasi kinerja eksternal. Dengan kata lain, pemerintah dipaksa bertindak berdasarkan cost minded dan harus efisien. Selain didorong untuk menggunakan dana secara ekonomis, pemerintah juga dituntut untuk mampu mencapai tujuan yang ditetapkan. Oleh karena itu, agar dapat mencapai tujuan tersebut maka diperlukan adanya program dan tolok ukur sebagai standar kinerja.
Sistem anggaran kinerja pada dasarnya merupakan sistem yang mencakup kegiatan penyusunan program dan tolok ukur kinerja sebagai instrumen untuk mencapai tujuan dan sasaran program. Penerapan sistem anggaran kinerja dalam penyusunan anggaran dimulai dengan perumusan program dan penyusunan struktur organisasi pemerintah yang sesuai dengan program tersebut. Kegiatan tersebut mencakup pula penentuan unit kerja yang bertanggung jawab atas pelaksanaan program, serta penentuan indikator kinerja yang digunakan sebagai tolok ukur dalam mencapai tujuan program yang telah ditetapkan.
ZERO BASED BUDGETING (ZBB)
Konsep Zero Based Budgeting dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan yang ada pada sistem anggara tradisional. Penyusunan anggaran dengan menggunakan konsep Zero Based Budgeting dapat menghilangkan incrementalism dan line-item karena anggaran diasumsikan mulai dari nol (zero-base). Penyusunan anggaran yang bersifat incremental mendasarkan besarnya anggaran tahun ini untuk menetapkan anggaran tahun depan, yaitu dengan menyesuaikannya dengan tingkat inflasi atau jumlah penduduk. ZBB tidak berpatokan pada anggaran tahun lalu untuk menyusun anggaran tahun ini, namun penentuan anggaran didasarkan pada kebutuhan saat ini. Dengan ZBB seolah-olah proses anggaran dimulai dari hal yang baru sama sekali. Item anggaran yang sudah tidak relevan dibutuhkan dan tidak mendukung pencapaian tujuan organisasi dapat hilang dari struktur anggaran atau mungkin juga muncul item baru.
Proses Implementasi ZBB
Proses implementasi ZBB terdiri dari tiga tahap, yaitu:
1. Identifikasi unit-unit keputusan
Struktur organisasi pada dasarnya terdiri dari pusat-pusat pertanggungjawaban (responsibility center). Setiap pusat pertanggungjawaban merupakan unit pembuat keputusan (decision unit) yang salah satu fungsinya adalah untuk menyiapkan anggaran. Zero Based Budgeting merupakan sistem anggaran yang berbasis pusat pertanggungjawaban sebagai dasar perencanaan dan pengendalian anggaran. Suatu unit keputusan merupakan kumpulan dari unit keputusan level yang lebih kecil. Sebagai contoh, pemerintah daerah merupakan suatu unit keputusan besar yang dapat dipecah-pecah lagi menjadi dinas-dinas; dinas-dinas dipecah lagi menjadi subdinas-subdinas; subdinas dipecah lagi menjadi subprogram, dan sebagainya. Dengan demikian, suatu pemerintah daerah bisa memiliki ribuan unit keputusan.
Setelah dilakukan identifikasi unit-unit keputusan secara tepat, tahap berikutnya adalah menyiapkan dokumen yang berisi tujuan unit keputusan dan tindakan yang dapat dilakukan untuk mencapai tujuan tersebut. Dokumen tersebut disebut paket-paket keputusan (decision packages).
2. Penentuan paket-paket keputusan
Paket keputusan merupakan gambaran komprehensif mengenai bagian dari aktivitas organisasi atau fungsi yang dapat dievaluasi secara individual. Paket keputusan dibuat oleh manajer pusat pertanggungjawaban dan harus menunjukkan secara detail estimasi biaya dan pendapatan yang dinyatakan dalam bentuk pencapaian tugas dan perolehan manfaat. Secara teoritis, paket-paket keputusan dimaksudkan untuk mengidentifikasi berbagai alternatif kegiatan untuk melaksanakan fungsi unit keputusan dan untuk menentukan perbedaan level usaha pada tiap-tiap alternatif. Terdapat dua jenis paket keputusan, yaitu:
a. Paket keputusan mutually-exclusive. Paket keputusan yang bersifat mutually-exclusive adalah paket-paket keputusan yang memiliki fungsi yang sama. Apabila dipilih salah satu paket kegiatan atau program, maka konsekuensinya adalah menolak semua alternatif yang lain.
b. Paket keputusan incremental. Paket keputusan incremental merefleksikan tingkat usaha yang berbeda (dikaitkan dengan biaya) dalam melaksanakan aktivitas tertentu. Terdapat base package yang menunjukkan tingkat minimal suatu kegiatan, dan paket lain yang tingkat aktivitasnya lebih tinggi yang akan berpengaruh terhadap kenaikan level aktivitas dan juga akan berpengaruh terhadap biaya. Setiap paket memiliki biaya dan manfaat yang dapat ditabulasikan dengan jelas.
3. Meranking dan mengevaluasi paket keputusan
Jika paket keputusan telah disiapkan, tahap berikutnya adalah meranking semua paket berdasarkan manfaatnya terhadap organisasi. Tahap ini merupakan jembatan untuk menuju proses alokasi sumber daya di antara berbagai kegiatan yang beberapa di antaranya sudah ada dan lainnya baru sama sekali.
Keunggulan ZBB
· Jika ZBB dilaksanakan dengan baik maka dapat menghasilkan alokasi sumber daya secara lebih efisien.
· ZBB berfokus pada value for money
· Memudahkan untuk mengidentifikasi terjadinya inefisiensi dan ketidakefektivan biaya
· Meningkatkan pengetahuan dan motivasi staf dan manajer
· Meningkatkan partisipasi manajemen level bawah dalam proses penyusunan anggaran
· Merupakan cara yang sistematik untuk menggeser status quo dan mendorong organisasi untuk selalu menguji alternatif aktivitas dan pola perilaku biaya serta tingkat pengeluaran.
Kelemahan ZBB
· Prosesnya memakan waktu lama (time consuming), terlalu teoritis dan tidak praktis, membutuhkan biaya yang besar, serta menghasilkan kertas kerja yang menumpuk karena pembuatan paket keputusan.
· ZBB cenderung menekankan manfaat jangka pendek
· Implementasi ZBB membutuhkan teknologi yang maju
· Masalah besar yang dihadapi ZBB adalah pada proses meranking dan mereview paket keputusan. Mereview ribuan paket keputusan merupakan pekerjaan yang melelahkan dan membosankan, sehingga dapat mempengaruhi keputusan.
· Untuk melakukan perankingan paket keputusan dibutuhkan staf yang memiliki keahlian yang mungkin tidak dimiliki organisasi. ZBB berasumsi bahwa semua staf memiliki kemampuan untuk mengkalkulasi paket keputusan. Selain itu dalam perankingan muncul pertimbangan subyektif atau mungkin terdapat tekanan politik sehingga tidak obyektif lagi.
· Memungkinkan munculnya kesan yang keliru bahwa semua paket keputusan harus masuk dalam anggaran.
· Implementasi ZBB menimbulkan masalah keperilakuan dalam organisasi
PLANNING, PROGRAMMING, AND BUDGETING SYSTEM (PPBS)
PPBS merupakan teknik penganggaran yang didasarkan pada teori sistem yang berorientasi pada output dan tujuan dengan penekanan utamanya adalah alokasi sumber daya berdasarkan analisis ekonomi. Sistem anggaran PPBS tidak mendasarkan pada struktur organisasi tradisional yang terdiri dari divisi-divisi, namun berdasarkan program, yaitu pengelompokan aktivitas untuk mencapai tujuan tertentu.
PPBS adalah salah satu model penganggaran yang ditujukan untuk membantu manajemen pemerintah dalam membuat keputusan alokasi sumber daya secara lebih baik. Hal tersebut disebabkan sumber daya yang dimiliki pemerintah terbatas jumlahnya, sementara tuntutan masyarakat tidak terbatas jumlahnya. Dalam keadaaan tersebut pemerintah dihadapkan pada pilihan alternatif keputusan yang memberikan manfaat paling besar dalam pencapaian tujuan organisasi secara keseluruhan. PPBS memberikan rerangka untuk membuat pilihan tersebut.
Proses Implementasi PPBS
Langkah-langkah implementasi PPBS meliputi:
1. Menentukan tujuan umum organisasi dan tujuan unit organisasi dengan jelas
2. Mengidentifikasi program-program dan kegiatan untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan
3. Mengevaluasi berbagai alternatif program dengan menghitung cost-benefit dari masing-masing program.
4. Pemilihan program yang memiliki manfaat besar dengan biaya yang kecil
5. Alokasi sumber daya ke masing-masing program yang disetujui.
PPBS mensyaratkan organisasi menyusun rencana jangka panjang untuk mewujudkan tujuan organisasi melalui program-program. Kuncinya adalah bahwa program-program yang disusun harus terkait dengan tujuan organisasi dan tersebar ke seluruh bagian organisasi. Pemerintah harus dapat mengidentifikasi struktur program dan melakukan analisis program. Struktur program merupakan rerangka untuk mengidentifikasi keterkaitan antara sumber daya yang dimiliki dengan aktivitas yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan organisasi. Jadi, struktur program merupakan semacam kerangka bangunan dari desain sistem PPBS. Analisis program terkait dengan kegiatan menganalisis biaya dan manfaat dari masing-masing program sehingga dapat dilakukan pilihan. Untuk mendukung hal tersebut PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih agar dapat memonitor kemajuan dalam pencapaian tujuan organisasi. Sistem pelaporan anggaran PPBS harus mampu melaporkan hasil (manfaat) program bukan sekedar jumlah pengeluaran yang telah dilakukan.
Karakteristik PPBS:
o Berfokus pada tujuan dan aktivitas (program) untuk mencapai tujuan
o Secara eksplisit menjelaskan implikasi terhadap tahun anggaran yang akan datang karena PPBS berorientasi pada masa depan
o Mempertimbangkan semua biaya yang terjadi
o Dilakukan analisis secara sistematik atas berbagai alternatif program, yang meliputi:
(a) identifikasi tujuan
(b) identifikasi secara sistematik alternatif program untuk mencapai tujuan,
(c) estimasi biaya total dari masing-masing alternatif program,
(d) estimasi manfaat (hasil) yang ingin diperoleh dari masing-masing alternatif program.
Kelebihan PPBS
· Memudahkan dalam pendelegasian tanggung jawab dari manajemen puncak ke manajemen menengah.
· Dalam jangka panjang dapat mengurangi beban kerja
· Memperbaiki kualitas pelayanan melalui pendekatan sadar biaya (cost-consciousness/cost awareness) dalam perencanaan program
· Lintas departemen sehingga dapat meningkatkan komunikasi, koordinasi, dan kerja sama antardepartemen
· Menghilangkan program yang overlapping atau bertentangan dengan pencapaian tujuan organisasi
· PPBS menggunakan teori marginal utility, sehingga mendorong alokasi sumber daya secara optimal
Kelemahan PPBS
· PPBS membutuhkan sistem informasi yang canggih, ketersediaan data, adanya sistem pengukuran, dan staf yang memiliki kapabilitas tinggi
· Implementasi PPBS membutuhkan biaya yang besar karena PPBS membutuhkan teknologi yang canggih
· PPBS bagus secara teori, namun sulit untuk diimplementasikan
· PPBS mengabaikan realitas politik dan realitas organisasi sebagai kumpulan manusia yang kompleks
· PPBS merupakan teknik anggaran yang statistically oriented. Penggunaan statistik terkadang kurang tajam untuk mengukur efektivitas program. Statististik hanya tepat untuk mengukur beberapa program tertentu saja.
· Pengaplikasian PPBS menghadapi masalah teknis. Hal ini terkait dengan sifat progam atau kegiatan yang lintas departemen sehingga menyulitkan dalam melakukan alokasi biaya. Sementara itu sistem akuntansi dibuat berdasarkan departemen bukan program.
Masalah utama penggunaan ZBB dan PPBS
o Bounded rationality, keterbatasan dalam menganalisis semua alternatif untuk melakukan aktivitas.
o Kurangnya data untuk membandingkan semua alternatif, terutama untuk mengukur output.
o Masalah ketidakpastian sumber daya, pola kebutuhan di masa depan, perubahan politik, dan ekonomi.
o Pelaksanaan teknik tersebut menimbulkan beban pekerjaan yang sangat berat.
o Kesulitan dalam menentukan tujuan dan perankingan program terutama ketika terdapat pertentangan kepentingan (conflict of interest).
o Seringkali tidak memungkinkan untuk melakukan perubahan program secara cepat dan tepat.
o Terdapat hambatan birokrasi dan perlawanan politik yang besar untuk berubah (resistence to change).
o Pelaksanaan teknik tersebut sering tidak sesuai dengan proses pengambilan keputusan politik. Politik berusaha membuat pelaksanaan lebih “technocratic” yang hal tersebut bisa mempengaruhi proses anggaran.
o Pada akhirnya, pemerintah beroperasi dalam dunia yang tidak rasional.
CONTOH KASUS
Akuntabilitas Anggaran Publik, Konferensi Administrasi Negara III, Bandung, 6-8 Juli 2010 10 Juli 2010 Sebuah pertemuan akbar diantara para dosen dan peneliti bidang ilmu administrasi negara digelar di kota Bandung, tgl 6-8 Juli 2010. Ini adalah konferensi nasional yang ketiga kalinya setelah yang pertama di UGM-Jogja, dan yang kedua di Unair-Surabaya. Saya menulis paper tentang akuntabilitas anggaran publik. Saya tidak bisa memaparkannya dalam KAN-3 ini karena sakit, tetapi saya berharap ide dalam paper saya tetap bisa memberi kontribusi. Rendahnya akuntabilitas anggaran publik, terutama jika disoroti dari proses perumusan APBD dan realisasinya, terbukti dari tiga fenomena pokok. Pertama, perumusan APBD sejauh ini masih didikte oleh kepentingan politik para elit pejabat di daerah, baik di jajaran eksekutif maupun legislatif. Akibatnya, kepentingan untuk memakmurkan rakyat seringkali terpinggirkan. Kedua, prioritas belanja daerah ternyata masih sangat dipengaruhi alokasi untuk gaji dan belanja pegawai, bukan untuk membuat program-program yang responsif bagi rakyat di daerah. Kecenderungan seperti ini sesungguhnya sudah ada sejak masa pemerintahan Orde Baru, di mana SDO (Subsidi Daerah Otonom) selalu menyedot dana publik yang proporsinya begitu besar. Ketiga, kurangnya kemampuan perencanaan dan penganggaran diantara para pegawai Pemda dan semakin ketatnya ketentuan pengadaan barang dan jasa mengakibatkan semakin besarnya SiLPA (Sisa Lebih Penggunaan Anggaran). Akibatnya, sekali lagi semakin banyak dana APBD yang kurang dapat dimanfaatkan untuk peningkatan kemakmuran rakyat karena tidak bisa dibelanjakan secara efektif.
KESIMPULAN
Terdapat dua pendekatan dalam penyusunan angaran sektor publik, yaitu pendekatan tradisional dan pendekatan New Public Management. Pendekatan NPM dimaksudkan untuk mengatasi kelemahan dari sistem tradisional. Anggaran dengan pendekatan NPM terdiri dari beberapa jenis, yaitu anggaran kinerja, ZBB, dan PPBS. Anggaran dengan pendekatan NPM sangat menekankan pada konsep value for money dan pengawasan atas kinerja output. Perubahan dari sistem anggaran tradisional menuju sistem anggaran dengan pendekatan NPM merupakan bagian penting dari reformasi anggaran. Reformasi anggaran sektor publik dilakukan untuk menjadikan anggaran lebih berorientasi pada kepentingan publik dan menekankan value for money. Beberapa jenis anggatan dengan pendekatan NPM, seperti ZBB, PPBS, dan Anggaran Kinerja perlu dikaji lebih mendalam sebelum diaplikasikan, karena pada masing-masing jenis anggaran tersebut memiliki kelebihan dan kelemahan. Penerapan sistem anggaran juga perlu mempertimbangkan aspek sosial, kultural, dan kesiapan teknologi yang dimiliki oleh pemerintah.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Anggaran_Sektor_Publik
http://kumoro.staff.ugm.ac.id/file_artikel/UU%2520No.27%2520th%25202009%2520ttg%2520Susduk.pdf?act=arsipberita&cari=&mulai=10
Mardiasmo. 2002. Akuntansi Sektor Publik. Yogyakarta: Andi